tidak menentang kehendak pencipta

Pilihan Cerdas

Minggu, 12 Februari 2012

Tantangan Pendidikan Vokasi

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi sorotan publik dengan kehadiran mobil rakitan Kiat Esemka. Banyak orang berbicara tentang kepemimpinan Jokowi, nasib kegagalan mobil nasional, juga termasuk politik pencitraan Jokowi. Tapi, tampaknya orang tidak akan membicarakan nasib masa depan siswa-siswa (dan) SMK terutama di hadapan masyarakat, dunia industri, dan pengambil kebijakan pendidikan.

Sekolah SMK pada dasarnya adalah sekolah keprofesian, vokasional, atau keahlian sebagai jalur profesi. Proyeksi lulusannya, dengan demikian, adalah untuk mendapatkan kerja yang sesuai dengan keahlian yang telah mereka pelajari di bangku SMK.

Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana jika mereka tidak mendapatkan pekerjaan. Apa penyebabnya? Dalam pengamatan saya, di sini ada dua penyebab. Pertama, memang lulusan itu tidak kompeten. Untuk mengatasi permasalahan ini, langkah-langkah yang harus dikerjakan antara lain membenahi kurikulum, memperbaiki tenaga pendidik yang mumpuni dengan menyekolahkan lagi, memperbanyak praktik, dan sebagainya.

Namun, untuk mengatakan bahwa lulusan SMK Solo sekarang sudah cukup kompeten memang tidak mudah jika parameternya adalah mendapatkan pekerjaan. Dari sini kita masuk ke penyebab yang kedua, yaitu tidak ada lapangan pekerjaan bagi lulusan SMK tersebut. Di sini permasalahan menjadi sangat rumit dan kompleks. Meski demikian, pada dasarnya kembali pada pertumbuhan ekonomi yang harus ditingkatkan dan dijaga stabilitasnya untuk menyiapkan dan memberikan lapangan kerja.

Kampung industri vokasi
Untuk itu, melihat dari segi pemegang pemerintahan, perlu dikembangkan kampung vokasi. Selama ini pemerintah Solo cukup banyak memberikan perhatian pada kampung batik. Ke depan, pemerintah Solo seharusnya bisa mengembangkan kampung kerajinan, kampung kesenian, kampung teknologi, dan sebagainya, yang dikelola sesuai dengan menejemen berkultur Jawa untuk menampung lulusan SMK. Di kampung-kampung ini, pemerintah dituntut untuk mengembangkan dan menjadikannya sebagai basis industri rumahan (home industy).

Dua permasalahan internal dan eksternal ini harus dikelola secara sinergis. Di sini, kita ingat model pendidikan ala Orde Baru untuk menunjang proyek pembangunan ekonomi. Yaitu model pendidikan link and match. Model ini sangat tepat diterapkan untuk lembaga pendidikan SMK sebagai pendidikan vokasi. Pada intinya, model pendidikan ini berbasis pada penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan ekonomi. Keterampilan profesi para siswa disesuaikan (link) dengan dengan lapangan pekerjaan yang ada (match).

Pendidikan vokasi akan gagal jika mengabaikan model pendidikan ini. Maka SMK-SMK dituntut untuk terus-menerus menyesuaikan vokasionalitasnya dengan permintaan pasar kerja. Di sini, pemerintah, swasta, dan sekolah SMK harus bersinergi dengan melakukan kerja sama atau kontrak kerja. Di Solo, SMK yang sudah mengantongi kontrak kerja dengan perusahaan pemerintah atau swasta sangat sedikit. Ini menjadi masalah penting.

Mentalitas
Masalah yang tak kalah penting adalah mentalitas siswa SMK. SMK, sebagaimana yang ada sekarang, memprioritaskan pada teaching factory, memfokuskan pengajarannya pada keterampilan vokasional sebagai bekal hidup secara mandiri. Dengan demikian, pekerjaan untuk mereka lebih banyak di luar pemerintahan atau pegawai negeri sipil (PNS).

Padahal, sudah menajdi rahasia umum bahwa orang Jawa memiliki mentalitas priyayi yang sangat kental. Mereka lebih suka menjadi abdi/pegawai negeri sipil (PNS). Bukan saja keuntungan ekonominya lebih menjamin, tapi juga memiliki nilai ibadah kultural kejawaan yang sangat kuat. Warisan kerajaan dan kolonialisme itu masih mendarah daging. Saat ada pendaftaran PNS, pesertanya sangat membludak.

Mengurusi masalah ini jauh lebih rumit dari pada masalah teknis. Siswa SMK harus diberi motivasi pengembangan diri berbasis enterpreneurship. Mereka tidak hanya dipersiapkan untuk menjadi seorang teknisi atau seorang ahli di bidang tertentu, mereka juga harus didorong untuk menjadi bos, pengusaha, inovator, katakanlah sebagai technopreneur, bogaprenuer, artpreneur, dan sebagainya.

Perguruan tinggi
Permasalahan berikutnya adalah bagi siswa yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Sudah menjadi kesadaran umum bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin besar kesempatan sukses di kemudian hari. Maka tidak mengherankan jika lulusan SMK yang dipersiapkan untuk langsung bekerja masih tetap berburu bangku perguruan tinggi. Perguruan tinggi tetap menggiurkan dengan janji-janji masa depannya.

Yang jadi masalah, program-program atau jurusan kejuruan atau vokasi di perguruan tinggi sangat tidak populer dan kurang menggiurkan. Maka dari itu, program semacam D-1 sampai D-3 tidak banyak peminatnya dan dengan demikian tidak digarap dengan serius oleh perguruan tinggi khususnya universitas. Bahkan, beberapa perguruan tinggi menghapus program-program kejuruan. Hal ini merugikan bagi lulusan SMK yang ingin memperdalam dan mengasah skill vokasional mereka. Siswa SMK tidak bisa mengembangkan profesi mereka sampai pada jenjang spesialis (bandingkan dengan jurusan kedokteran, yang sebenarnya juga bisa dikatakan program profesi).

Masalah ini tidak banyak diekspos karena lulusan SMK sudah diasumsikan ”siap kerja” tanpa perlu mempercanggih pengetahuan mereka. Dalam alam globalisasi seperti sekarang dimana sekat-sekat lokal mulai jebol, siswa SMK tidak boleh hanya bermodal ”siap kerja” tapi juga harus bermodal ”siap belajar”. Etos ini akan memberi mereka jiwa kemandirian, siap menerima tantangan masa depan, dan siap menghadapi perubahan. Dan untuk itu, perguruan tinggi (juga lembagalembaga lainnya) dengan jurusan vokasional harus dipersiapkan bagi mereka.

Yang jadi pertanyaan berikutnya adalah, apakah pemerintah Solo sudah memiliki kemauan yang mengarah ke sana? Solo yang sudah mengukuhkan diri sebagai Kota Vokasi harus menghadapi masalah ini. Jokowi-Rudy ditantang untuk menyelesaikan atau paling tidak membuka jalan penyelesaian pada kepemimpinan mereka yang kedua ini. Masalah-masalah ini menjadi pekerjaan rumah yang sudah menunggu. Permasalahan ini memang tidak akan terselesaikan dengan segera pada pemerintahan Jokowi-Rudy. Tapi, paling tidak, Jokowi-Rudy bisa mempersiapkan lahan yang subur, dengan memperbaiki kualitas sekolah-sekolah SMK, memperbaiki iklim usaha, segera merampungkan Solo Techno Park, lalu mempromosikan dan meminta perguruan tinggi untuk memperbaiki, jika memang sudah ada, dan membuka jurusan profesi spesialis sebagai jenjang lanjutan bagi lulusan SMK.

Terakhir, dalam lahan yang subur, benih-benih berkualitas akan tumbuh dengan baik, ekonomi akan tumbuh dan maju, dan dengan demikian, masyarakat Solo bisa sejahtera. Apakah Solo akan menjadi pemantik kebangkitan teknologi Indonesia?


Rabu, 08 Februari 2012

Tentang Kebahagiaan



Hari ini, tepatnya hari kamis, hari setelah hari rabu yang pada awalnya menurut perkiraanku merupakan hari yang nantinya akan membuatku bahagia ternyata mungkin lain arti sebuah kebahagiaan itu. Bahagia itu seperti apa? Pertanyaan yang detik ini muncul dalam pikiranku sekarang. Ingatanku melayang membawa kepada sebuah film yang bagiku sangat menyentuh. Film yang menceritakan tokoh utama seorang ayah yang berjuang demi keluarga tercinta hanya berdasarkan pekerjaanya sebagai agen tunggal penjual pemindai tulang mutakhir ketika itu. Berawal dari kepercayaan bahwa semua dokter-dokter di rumah sakit nantinya akan memakai pemindai tulang tersebut karena karakteristik pemindai tulang tersebut yang unik dan dengan teknologi mutakhir. Namun ternyata, kepercayaan seorang ayah tersebut pudar setelah menjual pemindai tulang kepada beberapa dokter dikarenakan para dokter mengamini pemindai tersebut hanyalah peralatan yang tidak vital dan mahal. Kesulitan menjual pemindai membuat jatuhnya keutuhan keluarganya. Hingga akhirnya istrinya menyatakan pisah dengan sang ayah dan anak laki-lakinya yang masih kecil. Perjuangan sang ayah pun masih diuji untuk menghidupi anaknya dengan persediaan uang yang sangat minim. Hampir setiap hari di hujat oleh pemilik kontrakan dan sewa rumah karena terlambat dan sering melarikan diri karena tidak ada uang untuk membayar sewa. Pengalaman yang paling getir adalah ketika sang ayah sudah tidak memiliki uang sepeserpun juga tidak mendapat tempat bermalam bagi glandangan yang disediakan oleh gereja, dan akhirnya memutuskan diri untuk tidur di dalam toilet stasiun dan mengancingnya dari dalam. Suatu hari sang ayah mencoba untuk mencari pekerjaan dan mendaftar untuk magang di sebuah perusahaan pialang saham. Berbagai ujian ketika penataran dilaluinya dan akhirnya atas kerja kerasnya dia diterima sebagai peserta tunggal magang kerja di perusahaan pialang saham tersebut. ingatkah dengan film “The Pursuit of Happyness”? itulah film yang aku ceritakan diatas.

Kisah dari film itu menurutku adalah sebuah kisah tentang sebuah kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan itu pertama tidak datang dengan sendirinya, kebahagiaan itu datang atas undangan kita, sekali lagi tidak semata-mata akan datang dengan sendirinya. Kedua, kebahagiaan itu diciptakan dari beberapa hal yang mungkin tidak mengenakkan, kesengsaraan, penderitaan. Ketiga, hadirnya kebahagiaan itu harus melalui berbagai usaha yang penuh keyakinan akan hadirnya kebahagiaan. Keempat kesabaran akan menuntun datangnya kebahagiaan dengan sangat menggembirakan.
Yang paling menarik dari film itu adalah ketika sang ayah mengalihkan kesengsaraan yang sedang dialaminya dengan bahasa penuh muatan pendidikan anak usia dini sehingga menjadi sesuatu yang menyenangkan dan penuh tantangan bagi anaknya, baik ketika diusir, ketika anaknya tidak bermain lagi di tempat penitipan anak, ketika harus bersabar mengantri untuk mendapat penginapan gratis bagi glandangan yang disediakan oleh gereja, ataupun ketika harus terpaksa tidur di toilet karena tidak mendapat penginapan gratis tersebut.
Mungkin sekedar share saja tentang kebahagiaan kali ini kawan.

Selasa, 31 Januari 2012

Sinar dalam Toples

Sepertinya aku mengalami hal yang sama, hal yang biasa aku lakukan setiap kali ku regangkan otot-otot kelopak mataku. Berusaha menahan tabrakan ribuan cahaya yang ingin mencapai retinaku. ketika itu memori otak ku bergerak, merekam segala cahaya yang tertabrak dengan cepat dan empuk di dinding-dinding retina.

Secara perlahan cahaya ini di pilah-pilah oleh otakku. Aku dapat membedakan kesemua warna, tapi hanya sebagian warna yang aku ketahui. Ku tolehkan kepalaku ke samping kiri, hanya dinding warna cream yang ada. Di depanku hanyalah atap beton yang dihiasi dua lampu neon yang bergelantungan seperti buah dalam pohonya, memancarkan cahaya putih tegas keseluruh penjuru sudut ruangan.

Aku baru sadar, tubuhku sedang terlentang di pinggiran ruang ini, ruang kesekertariatan pers kampus UNS. Ruang yang keseharianya selalu dihiasi oleh mahasiswa-mahasiswa sok kritis, sok idealis, sok pragmatis, sok alim, dan terlebih sok pintar. Hanya bualan dan gombalan manis dari mulut-mulut mereka, termasuk aku. Biar kita sok-sok an ala apa yang kita minta, karena dengan sok-sok an seperti ini adalah harapan-harapan kami, impian-impian kami tentang masa depan yang kami idamkan, do’a kami untuk mengabulkan apa yang kami inginkan.

Ku tegakkan tulang punggungku tegak lurus dengan kedua kakiku yang membujur lurus ke dapan. Di sampingku hanya notebook yang menemani tidurku dengan setia. Dengan layar yang seakan tak lelah terus menyinari apa yang di depanya sambil mengumandangkan playlist kesukaanku, lagu akustik-akustik dari beberapa penyanyi asing. Mengantar tidurku di hari kemaren.

Di luar langit masih menyimpan misterinya, misteri yang tak seorangpun dapat mengira akan gelap pekat di dalamnya, hanya kerlap-kerlip bintang yang memberikan inspirasi ketika aku memandang luasnya sang langit. Jikalau aku temukan bulan kali ini, teringatlah aku pada seorang wanita muda yang membuatku seakan sedang mengalami skizofernia. Seolah aku sekarang berbincang di hadapanya. Dengan anggun memandangku, memperhatikanku, dia memang Wanita dengan pancaran wajah yang bersih, ayu dan lembut. Tapi tidak aku jumpai bulan hingga gelapnya malam tergerus perlahan oleh tegasnya sinar mentari.

Warna kuning telur bebek dan kemudian terus menguning, hingga menyingkirkan cahaya-cahaya kerlip bintang. Andai langit terus seperti ini, dimana cahaya mentari tidak memenuhi gelapnya langit, ketika bintang masih bisa turut menghiasi langit, dan ada bulan bersolek indah di ujung barat, sedangkan rona kuning telur bebek tetap di ujung timur. Ingin kumiliki suasana ini sebagai koleksiku, kuwadahi dalam toples kecilku. Toples yang kemanapun aku bawa. Mengganti isinya dengan kesemua yang aku lihat sekarang.

Berulang kali ku buka toplesku, namun tidak terengut cahaya-cahaya yang aku inginkan. Cahaya bintang, kuning telor bebek dalam gelapnya warna langit. Mungkin toplesku tidak muat untuk menampung kesemuanya. Aku harus mencari toples yang lebih luas, melebihi luasnya bintang, luasnya bulan, luasnya langit dan luasnya bumi.

Kemanakah aku dapat membeli toples semacam itu, di toko manakah terjual? Apakah di toko orang-orang cina pasar gedhe? Atau toko barang-barang antik ngarsopuro? kalaupun ada, uangkupun tak cukup untuk membelinya. Dalam dompetku hanyalah ada selembaran uang berhias di tengah foto Oto Iskandar Dinata. Seorang pahlawan yang lantang berani mengkritik pemerintahan belanda dengan pedas, hingga si jalak harupat menjadi julukanya ketika itu.

Mungkin aku harus mengurungkan niat untuk membeli toples semacam itu. Tapi, bukanya aku punya sebuah penampung akan segalanya, melebihi kecanggihan kantong ajaib doraemon, melebihi luasnya bintang, luasnya matahari, luasnya bulan, luasnya langit. Batasan dari wadah yang aku miliki tidaklah Nampak, bagiku batasan dari wadah itu adalah ketidak berbatasan, dan hanyalah diri kita yang tahu batasan itu, bersama sang pencipta. Yang terbenam lebih luas dari pada yang terlihat, begitu Sigmund freud menganalogikannya dengan fenomena gunung es. Dialah pikiran ku, pikiran seorang kecil dengan angan-angan masa depan yang besar.

graha ukm uns, Autis
Jum’at, 27 Mei 2011

Sabtu, 28 Januari 2012

Pembelajaran Berbasis Masalah

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Di era globalisasi, yang ditandai oleh membanjirnya informasi dan pesatnya perkembangan teknologi, maka ”tantangan” generasi yang akan datang lebih berat dibandingkan dengan generasi terdahulu. Karena itu generasi muda juga harus dibekali sesuai dengan tantangannya ke depan. Dalam hal ini, generasi muda harus dibekali untuk kreatif, kompetitif, dan kooperatif. Untuk membekali ketiga kemampuan tersebut, dunia pendidikan memegang peranan yang sangat penting.
Dalam perkembangan dunia global yang sangat cepat ini, siswa yang mampu menghadapinya adalah siswa yang berkembang pola pikirnya dan siswa yang mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Karena itu satuan pendidikan harus mampu mengkondisikan bagaimana supaya siswa dapat menjadi pemecah masalah yang baik. Satuan pendidikan harus mampu memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan diri terutama dalam pemecahan masalah. Jadi siswa tidak cukup kalau hanya dapat mengerjakan soal-soal yang ada di dalam buku teks pelajaran.
Di zaman sekarang ini, kita tidak lepas dari pada perubahan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus mampu menyiapkan siswanya untuk mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan itu tidak dapat dihentikan, tetapi hanya dapat diikuti dengan meningkatkan kreatifitas dan daya saing siswa dalam dunia global. Maka peserta didik harus dididik sesuai dengan zaman yang akan dihadapinya. Misalnya, saat ini peserta didik diajari mengetik dengan menggunakan mesin ketik manual, sedangkan peserta didik akan menghadapi dunia teknologi. Atau misalnya dalam proses pembelajaran matematika guru yang bertindak aktif, sedangkan peserta didik pasif. Padahal di era sekarang ini guru hanya sebagai fasilitator saja. Maka hal ini akan sangat tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik untuk mampu berkompetisi di era global seperti sekarang ini.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka secara khusus proses pembelajaran di kelas juga harus ikut ”berubah” sesuai dengan tantangan zaman tersebut, sehingga satuan pendidikan mampu menyiapkan anak yang kreatif, kooperatif dan kompetitif. Salah satu inovasi pembelajaran untuk menjadikan anak kreatif dan kompetitif dan mampu bekerja sama (kooperatif) adalah dengan menerapkan problem based learning.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian PBL itu?
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip PBL?
3. Apa saja karakteristik-karakteristik pembelajaran berbasis masalah?
4. Bagaimana tahap-tahap pembelajaran berbasis masalah?

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PBL
Pembelajaran Berbasis Masalah atau sering disebut dengan Problem Based Learning ini memiliki beberapa arti, diantaranya :
1. Menurut Boud dan Felleti, (1997), Fogarty (1997) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar.
2. Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
3. Menurut Ward, 2002: Stepien, dkk., 1993 menyatakan bahwa model berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
4. Ratnaningsih, 2003: menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta didik yang menuntut aktivitasnya dalam menyelesaikan masalah secara ilmiah serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensil dari pelajaran.
B. PRINSIP-PRINSIP MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah didukung oleh lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam Reigeluth (Ed), 1999:218): kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.
1. Kasus-kasus Berhubungan
Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa belajar mengidentifikasi akar masalah atau sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah yang lain. Kegiatan belajar seperti itu dapat membantu peserta didik meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari serta membantu peserta didik untuk memahami pokok-pokok permasalahan secara implisit.
1. Fleksibilitas Kognisi
Fleksibilitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kompleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibilitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibilitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas berpikir divergen didalam mempresentasikan masalah. Dari masalah yang peserta didik tetapkan, mereka dapat mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat mengemukakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum dilaksanakan.
1. Sumber-sumber Informasi
Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi peserta didik dalam menyelidiki permasalahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang permasalahan.
1. Cognitive Tools
Cognitive tools, merupakan bantuan bagi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu peserta didik untuk merepresentasi apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, dan melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.
1. Pemodelan yang Dinamis
Pemodelan yang dimamis adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka terhadap suatu fenomena.
1. Percakapan dan Kolaborasi
Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi, dapat membatu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.
1. Dukungan Sosial dan Kontekstual
Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran dapat membuat peserta didik termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan sosial dalam kelompok, adanya kondisi yang saling memotivasi antar pebelajar dapat menumbuhkan kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan sosial dan kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru/dosen untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.
C. KARAKTERISTIK – KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
1. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan
Pengaturan pembelajaran berbasis masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000:13) pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi peserta didik yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian peserta didik.
c. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami peserta didik. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
d. Luas dan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
e. Bermanfaat, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi peserta didik sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah peserta didik serta membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
2. Keterkaitan dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
3. Penyelidikan yang Autientik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelisaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir.
4. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, peaserta didik bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil penyelesaian masalah peserta didik ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
5. Kolaborasi
Pada model pembelajaran berdasarkan masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
D. TAHAP-TAHAP PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase dan perilaku. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan.
Sintak pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:
FASE-FASE PERILAKU
Fase 1: memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik Guru menyampaikan tujuan pembelajarannya mendeskripsikan sebagai kebutuhan logistic penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2: mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan dengan tugas belajar terkait dengan permasalahannya.
Fase 3: membantu investigasi individu dan kelompok Guru mendukung peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari permasalahan dan solusi.
Fase 4: mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain
Fase 5: menganalisis dan mengefaluasi proses mengatasi masalah Guru membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan
1. Peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan dan terjadi interaksi yang dinamis diantara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa.
2. Peserta didik mempunyai keterampilan mengatasi masalah.
3. Peserta didik mempunyai kemampuan mempelajari peran orang dewasa.
4. Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen
5. Keterapilan berfikir tingkat tinggi, menurut Resnick cirri-ciri berfikir tingkat tinggi adalah:
a) Bersifat non-algoritmatik, artinya jalur tindakan tidak sepenuhnya ditetapkan sebelumnya.
b) Bersifat kompleks, artinya mampu berfikir dalam berbagai perspektif atau mampu menggunakan sudut pandang.
c) Banyak solusi, artinya mampu mengemukakan dan menggunakan berbagai solusi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kelemahan masing-masing.
d) Melibatkan interpretasi.
e) Melibatkan banyak criteria, artinya tidak semua yang menghubung dengan tugas yang ditangani telah diketahui.
f) Melibatkan pengajuan diri proses-proses berfikir.
g) Menentukan makna, menemukan struktur dalam sesuatu yang tampak tidak beraturan. Mampu mengidentifikasi pola pengetahuan.
h) Membutuhkan banyak usaha.


Kekurangan
1. Memungkinkan peserta didik menjadi jenuh karena harus berhadapan langsung dengan masalah.
2. Memungkin peserta didik kesulitan dalam memperoses sejumlah data dan informasi dalam waktu singkat, sehingga PBL ini membutuhkan waktu yang relatif lama.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta didik yang menuntut aktivitasnya dalam menyelesaikan masalah secara ilmiah serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensil dari pelajaran.
Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai beberapa prinsip yaitu : kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.
Tahap pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima fase yaitu:
Fase I : Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik
Fase II: Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti
Fase III : Membantu investigasi individu dan kelompok
Fase IV : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Fase V : Menganalisis dan mengefaluasi prosesmengatasi masalah


DAFTAR PUSTAKA

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/
http://www.bpgdisdik-jabar.net/publikasi/voli.pdf
http://www.muhfida.com/problembasedlearning.pdf

Sabtu, 20 Agustus 2011

Gagal Itikaf

teringat Req Raharjo dulu Up date Status seperti ini :

hanya di persamaan misterius cinta, alasan logis bisa ditemukan (a beautifull mind)

dan sebelumnya pada abad ke-9, Ibn Hazm dalam puisinya mengatakan tentang cinta abadi, yakni tidak ada sebab untuk mencinta. jadi apakah sesuatu keabadian di dunia ini tidak logis? jika ia, tidak ada cinta yang abadi di dunia ini. mungkin juga karena manusia suka berpaling dari Alloh, tidak selamanya kita cinta kepadaNya. selalu ada setan yang menggoda kita, setanpun tidak abadi. Allahlah pemilik keabadian.

cinta menurut bagus takwim hanyalah seperti udara, datangnya membuat kita hidup, dan udarapun tak pernah abadi, selalu berubah bentuk sesuai dimana ia ada.. iya cinta memang tidak abadi, kalau ada seorang kekasih mengucapkan cintanya akan abadi sepanjang jaman, mungkin itu hanya impianya saja. kenyataan adalah sesuatu yang dapat difikirkan secara logis. dan cinta adalah pemersatu jiwa manusia dengan manusia lain (Ibnu Hazm).

(gak jadi itikaf, malah nonton film A bautifull Mind, bisa-bisa ikutan Gila hahahaha) sepi... saor.. saor....

Minggu, 10 Juli 2011

Antara Monumentalis dan Sekularisasi Di Alun-Alun Utara Keraton Kasunanan Surakarta



Dulu ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, saya pernah memainkan permainan tebak kata dengan teman sebaya saya. Salah satu pertanyaan dari tebak kata tersebut adalah, “Apakah bahasa arab dari lapangan yang besar?”. Tentu ketika saya masih kecil membenarkan jawabanya adalah Alun-alun. Kami tidak peduli apakah benar Alun-alun berasal dari bahasa arab atau hanya lelucon. Kemiripan pengucapan kata Alun-alun dengan logat ke-arab-an dari salah satu teman kami bernama Joko membenarkan persepsi kami waktu kecil. Persepsi pribadi saya tentang kata Alun-alun merupakan warisan kata dari generasi sebelum kami ada, dari bapak-bapak kami. Begitu juga dengan Alun-alun secara realita ada merupakan warisan arsitektur dari jaman sebelum penjajahan hingga sekarang.

Di dalam buku “Encyclopedie van Nederlandsch Indie” (Paulus, 1917:31), terdapat penjelasan tentang ‘Alun-alun’ sebagai berikut:
“Di hampir setiap tempat kediaman Bupati, seorang kepala distrik di Jawa, orang selalu menjumpai adanya sebuah lapangan rumput yang luas, yang dikelilngi oleh pohon beringin di tengahnya. Lapangan inilah yang dinamakan ‘Alun-alun’. Di kota-kota bekas kerajaan kuno (seperti Surakarta dan Yogyakarta), mempunyai dua buah ’Alun-alun’, sebuah terletak di Utara Kraton dan sebuah lagi terletak disebelah Selatan Kraton. Di permukaan Alun-alun tersebut tidak boleh ada rumput tumbuh dan diatasnya ditutup dengan pasir halus. Di bagian Selatan dari Alun-alun tersebut terdapat pintu masuk yang menuju ketempat kediaman Raja atau Bupati, dimana disana berdiri sebuah pendopo. Pegawai negeri atau orang-orang lain yang ingin bertemu dengan raja atau Bupati menunggu waktunya disana untuk dipanggil, jika Raja merestui untuk menerima kedatangan mereka. Oleh sebab itu pendopo tersebut kadang-kadang dinamakan juga Paseban (asal kata seba). Pada masa lampau di Alun-alun tiap hari Sabtu atau Senin (Seton atau Senenan) diadakan permainan Sodoran (pertandingan diatas kuda dengan menggunakan tombak yang ujungnya tumpul), atau pertandingan macan secara beramai-ramai yang dinamakan ‘rampog macan’. Pada waktu pertunjukan ini raja duduk di Siti Inggil, tempat yang paling tinggi dimuka pintu Kraton. Pada tempat-tempat Bupati terdapat panggung untuk melihat tontonan tersebut. Di Jawa Barat juga terdapat Alun-alun kecil di depan rumah kepala desa, tapi Alun-alun tersebut tidak dikelilingi oleh pohon beringin. Mesjid seringkali terdapat disebelah Barat dari Alun-alun”
(Mengutip tulisan di dalam jurnal Handinoto (Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra) yang berjudul “ALUN-ALUN SEBAGAI IDENTITAS KOTA JAWA, DULU DAN SEKARANG”.)

Pada jaman sebelum penjajahan Belanda, Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta atau Surakarta adalah tempat yang disakralkan. Dimana masuk dalam wilayah keraton yang dianggap homogen (sakral), yang teratur dan harus diatur. Di Alun-alun Utara inilah dilakukan upacara keagamaan (Grebek Maulud, Grebeg Sawal, dan Grebeg Besar). Pada saat upacara keagamaaan gamelan yang disebut dengan “Kyai Sekati” dan “Nyai Sekati” dimainkan di halaman Masjid Agung terletak di sebelah barat dari Alun-alun.

Alun-alun Lor berfungsi menyediakan persyaratan bagi berlangsungnya kekuasaan raja. Alun-alun Kidul berfungsi untuk menyiapkan suatu kondisi yang menunjang kelancaran hubungan kraton dengan universum. Alun-alun Kidul dapat juga melambangkan kesatuan kekuasaan sakral antara raja dan para bangsawan yang tinggal disekitar Alun-alun.(Mengutip tulisan di dalam jurnal Handinoto (Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra) yang berjudul “ALUN-ALUN SEBAGAI IDENTITAS KOTA JAWA, DULU DAN SEKARANG”.)
Pada jaman penjajahan Belanda Alun-alun sangat erat hubunganya dengan susunan pemerintahan yang dijalankan. Alun-alun dianggap sebagai monument kekuasaan. Dalam sistem pemerintahan kolonial, Jawa dibagi menjadi 3 Propinsi, 18 Karesidenan yang masing-masing dibawahi oleh soerang residen, serta 66 Kabupaten yang masing-masing dikuasi secara bersama oleh seorang Asisten, Residen (orang Belanda) dan seorang Bupati (Pribumi). Pada pusat kota Kabupaten inilah dibakukan semacam lambang pemerintahan bersama antara Asisten Residen dengan Bupati dalam bentuk phisik. Ujudnya adalah bentuk phisik tradisional berupa rumah Bupati dengan pendopo didepannya. Di depan rumah Bupati tersebut terdapat Alun-alun yang ditumbuhi oleh dua buah atau kadang-kadang sebuah pohon beringin.

Sifat Alun-alun yang tadinya sangat sakral bergeser menjadi ruang yang sangat merakyat. Hingga sekarang Alun-alun telah mengalami perubahan konsep dari bentuk fisiknya, walaupun bentuk fisiknya tidak banyak berubah.

Alun-Alun Utara Keraton Kasunanan Surakarta
Di sekitar Alun-alun Utara Keraton Surakarta sekarang terdapat tempat-tempat yang sering dikunjungi masyarakat. Pasar klewer di sebelah pojok selatan-barat, kios optik di sebelah timur, kios buku-buku di utara sebelah barat arah masuk ke Alun-alun dari Jalan Slamet Riyadi, barang-barang pusaka seperti keris, tombak dan sebagainya di sebelah timur jalan tersebut. Semua tertata rapi membentuk ruang-ruang kota yang dinamis. Dari ruang-ruang ini, Alun-alun Utara dikepung keramaian yang merupakan ruang publik (public sphere) bagi masyarakat kota Solo. Tidak dengan Alun-alun Utara yang berada di tengah, sepi gersang dan hanya ramai pada momen-momen tertentu. Alun-alun Utara tertutup oleh pagar besi yang melingkari.

Sebelum Walikota Solo Joko Widodo merapikan daerah sekitar Alun-alun Utara, hampir seluruh bagian luar pagar dari Alun-alun tertempel dan tersebar pedagang kaki lima, kios-kios optik yang berjubel dengan pedagang pusaka dan stiker, dan penjual buku-buku yang mangkal sembarangan di pinggir jalanan. Sampai sekarang jikalau upacara keagamaan, Alun-alun Utara disulap menjadi pasar hiburan rakyat. Dari pedagang kaki lima yang berani memasang tenda di Alun-alun, tong setan, kemidi putar, penjual mainan, sirkus dan sebagainya. Kesakralan Alun-alun Utara hilang dalam balutan pedagang yang mengepungnya.

Pemerintah Kota Solo hingga saat ini masih melakukan penataan Alun-alun Utara dan area di sekitarnya. Pemkot Surakarta akan melanjutkan penataan kawasan Alun-alun Utara Keraton Kasunanan pada 2011 dengan tahap awal berupa sosialisasi kepada sejumlah pemangku kepentingan setempat (Kompas 23 Desember 2010). Meskipun demikian tidak mudah menjadikan Alun-alun utara dan area sekitarnya sebagai destinasi masyarakat lokal atau asing sesuai dengan monumentalisnya.

Pengertian publik dalam arsitektur sebenarnya tidak merujuk pada aktivitas tertentu namun lebih kepada rasa, suasana, dan penerapan indera yang mempengaruhi kesan kepemilikan kepada sebuah locus. Ruang publik dalam arsitektur terjadi bila pada locus tersebut tercipta kesan kepemilikan yang terbagi merata pada setiap subyek pengguna di sana. Kepemilikan yang dimaksutkan adalah dalam konteks psikologis.(David Hautama. Dikutip dari; Ruang Publik Dalam Arsitektur, Ruang Publik, Kanisius 2010) Dalam hal ini setiap orang yang berkunjung ke Alun-alun utara dan sekitarnya tidak hanya menikmati fasilias yang nantinya akan disediakan oleh Pemkot Surakarta, tapi dengan adanya Alun-alun Utara menjadikan penguatan atas rasa cinta kebudayaan yang sama.

Minggu, 24 April 2011

sisi sedih yang indah

Ini tulisan tentang kesedihan dan keindahan dalam kesedihan. Di dalam tulisan ini nantinya berupa kupasan tentang sebuah rasa sedih yang bergejolak. Gejolak-gejolak itu jika kita cermati merupakan sabda dari sang Maha Kuasa kepada kita untuk mengilhami kehidupan yang telah diberikanya. Belajar dari sebuah kesedihan bukan berarti belajar dari kesalahan dan kenistaan akan hidup kita. Belajar kesedihan sekali lagi saya tekankan adalah belajar akan sabda-sabda tuhan yang teranugrahkan. Kesedihan tidak selamanya hal yang buruk untuk didapati. Karena kesedihan selalu mendampingi kesenangan, keceriaan dan sekutu-sekutunya. Yang berarti tanpa kesedihan tidak akan ada kesenangan dan sekutunya. Yang didapati hanyalah kehampaan dalam hidup. Kehampaan sama halnya sebuah isi yang mengambang tanpatujuan pasti. Gerakanya tidak dinamis ataupun statis, jangan dibayangkan. Membayangkan kehampaan adalah hal yang sia-sia saja. Berawal dari hal tersebut munculah keindahan yang pertama dari kesedihan. Yaitu kesedihan tidak menjadi hal yang sia-sia untuki dapat kita bayangkan. Kehadiranya justru akan memancing keindahan dalam kesedihan. Sesedih apa yang dapat kamu bayangkan maka seindah kamu menampilkan kesedihan dalam bayanganmu.
Jarang sekali orang yang dapat menampilkan kesedihanya dalam bayanganya berulang kali. Maka sukurilah, karena itu sebuah keindahan. Sekali lagi tidak sembarang orang bisa mengahadirkan kesedihan sendiri dengan baik. Kebanyakan umumnya, mereka dapat menghadirkan kesedihan karena faktor dari luar. Dan percayalah jika kamu dapat menghadirkan kesedihan dalam dirimu sendiri, kemudian kamu dapat menghadirkan keindahan dalam dirimu sendiri tanpa faktor dari luar kecuali dirimu sendiri. Percayalah bahwa keindahan dari kesedihan abadi telah kau dapati. Sekali lagi yakinlah dengan segenap jiwa dan ragamu. hanya satu sebutan untuk orang seperti itu. Orang yang sangat luat biasa. Orang yang tenggelam dalam kesedihan abadi dan keindahan abadi. Dan selamat anda adalah orang gila. Orang yang tidak waras. Selamat.